Jumat, 14 Januari 2011

Pelayanan Publik atau Dilayani Publik??


Wuahhhh,,,ternyata hype di awal-awal pembuatan blog ini semakin hilang seiring berjalannya waktu.
Yang dulu semangat banget buat posting di blog, malah susah banget buat dilakukan...
Memang bener-bener invisiblings ini blog, no one notices , even the owner...untungnya belum sampe lupa password masuk bloggernya segala...ㅋㅋㅋ(dibaca: kekeke)...
Maaf Blog, mudah-mudahan kedepannya blog ini bisa terus diisi posting2 yang mudah2an juga bermanfaat...
Mungkin saya juga harus berterima kasih atas diberikannya tugas lagi buat diposting di sini...
Langsung saja kita cekidot ke TKP...

Assignment kali ini adalah menceritakan pengalaman pribadi mengenai bagaimana realita pelayanan publik di negeri ini. Ya, pelayanan publik...
“Oh plis Mam, semua juga tau kalo yang berembel-embel publik apalagi yang nyediain pemerintah itu sama dengan makan ati binti ngeselin.”
Eitss jangan dulu berpikiran seperti itu, dong, masih banyak kok pelayan-pelayan masyarakat yang berhati mulia, rela menolong dan tabah, disiplin, berani, dan setia (lho??)....
“Oke oke Mam, tapi susu setitik tidak akan membuat nila sebelanga menjadi bisa diminum tanpa harus mempertaruhkan nyawa.”
Ya, memang kita tidak bisa menutup mata bahwa pelayanan publik kita masih sangat jauh dari baik. Banyak hal yang seharusnya diperbaiki, tapi sepertinya perbaikan pelayanan publik masih belum menjadi prioritas pemerintah dalam menjalankan program kerjanya.
“Akhirnya sadar juga ente, Mam. Buat tiket AFF kemaren aja nih ya, ane ampe bela-belain tidur di masjid, panas-panasan, hujan-hujanan, pokonya menderita banget dah. N*rd*n TURUUUUNNN.
Hahaha, dialog di atas memang hanyalah fiktif belaka,,,kesamaan dalam hal nama atau cerita hanyalah kebetulan belaka...hehe
Kita tahu nature dari kegiatan yang dilakukan pemerintah tidak berfokus pada keuntungan, tapi memaksimalkan kesejahteraan publik. Bandingkan dengan perusahaan private yang tujuan utamanya memang mencari laba. Mereka melakukan segala cara untuk selalu memuaskan konsumen karena memang sumber laba mereka adalah dari konsumen. Akan tetapi, ini tidak berarti pemerintah sebaiknya menjadi profit-oriented. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada rakyat, apabila kegiatan pemerintah tidak lagi mengutamakan pelayanan publik tapi keuntungan.hiii sereeemm, listrik mahal, air mahal, minyak mahal, cabe mahal,hihi...
Sebelum lebih jauh lagi membahas masalah pelayanan publik ini, saya mau menceritakan dulu pengalaman saya, bagaimana saya mengecap asam garam pelayanan publik di negeri ini (duh, lebay, Mam)...
Peristiwa ini terjadi pada hari ketiga Idul Fitri kemarin, tepatnya hari Minggu tanggalnya saya lupa. Pada bulan puasa kemarin, anak tante saya (sepupu, red) yang domisilinya di B melahirkan seorang bayi perempuan cantik. Langsung lah kami sekeluarga dari Kuningan merencanakan untuk pergi ke Bogor setelah Idul Fitri untuk menengok anggota keluarga yang paling baru itu.

“Mana nih masalah pelayanan publik nya, Mam?”

Sabar penonton,,,
Kami akhirnya memutuskan untuk pulang hari itu juga karena yang orang tua kan mau pada kerja lagi besoknya. Tapi, sebelum kami pulang, kami berkunjung dulu ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). à Hayo, kota B yang deket TMII apa coba,,,hehe
Nah di sini kejadiannya.
Menjelang suatu perempatan yang tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, lampu merah tiba-tiba menyala. Tetapi, mobil yang di depan kami dengan entengnya malah terus melaju padahal mobil tersebut seharusnya berhenti. Langsung lah, seorang polisi menyetop mobil tersebut di tengah perempatan dan menyuruh mobil itu menepi.
Kami yang tepat di belakang tersebut sempat tertawa-tawa dan menyalahkan mobil yang jelas-jelas melanggar peraturan lalu lintas itu. Yang mengagetkan, tiba-tiba polisi itu mendatangi mobil kami yang sedang berhenti karena lampu merah. Dia meminta supir kami membuka jendela dan menyuruh kami juga untuk menepi juga.
Merasa tidak bersalah, keluarlah adu argumen antara supir , Om saya, dan supir tersebut. Tanpa mau peduli, si polisi tetap mengambil SIM supir dan STNK mobil saya. Akhirnya mobil kami parkir di depan sebuah mall, sementara urusan ini ditangani oleh Om dan supir. Saya dan keluarga yang lain menunggu di mobil.
Setelah menunggu selama 20 menit, barulah mereka kembali. Langsunglah kami interogasi mereka apa yang terjadi, kenapa mobilnya ditilang, dan bla bla bla. Dengan wajah kesal, Om saya mengatakan kalau mobil kami ditilang karena dianggap mengahalangi kendaraan lain yang akan belok ke kiri langsung.
Mudah-mudahan ini karena saya yang buta peraturan lalu lintas dan polisi itu tidak mengada-ada. Tapi, seingat saya jalan tersebut terdiri dari 3 jalur dan kami kebetulan berhenti di jalur tengah karena LAMPU MERAH. Bukankah yang akan belok kiri langsung biasanya mengambil jalur kiri? Duh...tapi apa mau dikata, lima puluh ribu rupiah melayang dari dompet. Ya sudahlah itung-itung THR buat itu polisi. Tapi karena kepalang kesal akhirnya selama di TMII pun ya masalah itu dibahas-bahas lagi...>.<
Mungkin kasus saya hanyalah sebagian kecil dari berbagai masalah yang dihadapi terkait pelayanan publik. Kita mungkin dibuat kesal karena pelayanan publik yang terkadang tidak mengedepankan kepentingan publik. Saking seringnya masyarakat mengahadpi hal tersebut, akhirnya paradigma seperti itu menjadi sangat lumrah. Para pelayan publik pun akhirnya akan hanya terus melakukan hal tersebut karena sudah merasa hal tersebut adalah lumrah dan forgivable.
Sebenarnya dalam kasus saya di atas, kami juga salah karena akhirnya kami membayar “uang damai”. Ini juga mungkin dipengaruhi oleh mindset kita yang sudah default bahwa jika ditilang maka harus bayar kecuali keluarga kamu petinggi kepolisian. Menilang memang kewajiban bapak ibu polisi, tetapi menerima uang damai atau bahkan membuat-buat kesalahan agar bisa menerima uang damai itu jelas salah.
Yang saya mau tegaskan adalah, tidak pernah terlambat untuk mengubah sesuatu (kecuali kalau sudah kiamat). Batu yang keras sekalipun jika terus ditetesi air, lama kelamaan akan luruh juga. Memang mudah mengubah peraturan, tapi sulit untuk mengubah mindset. Mudah-mudahan wajah pelayanan publik di masa mendatang akan jauh lebih baik dan saya yang insya Allah juga akan menjadi pelayan masyarakat bisa selalu mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan individu. AMIIIINNN.

TERIMA KASIH sudah menyempatkan waktunya untuk membaca.

Selasa, 23 November 2010

Follow Up Kuliah Etika Profesi - Goyahnya Kredibilitas Akuntan...

Posting pertama setelah introduction adalah apa yang saya tulis untuk tugas etika profesi dulu...
Buat anak-anak yang Etprof-nya sama Pak Taufik pasti udah tau kan tugas apa, tapi buat yang kesasar ke blog antah berantah ini, begini kronologisnya...
Kami, mahasiswa yang kebetulan diajar sama Pak Tri Ratna Taufikurrahman dalam matkul Etika Profesi dikasi tugas buat nyari (entah browsing ato kliping dari koran) artikel yang isinya tentang kasus yang kira-kira dapat mempengaruhi kredibilitas seorang akuntan, lalu kita kasih komentar gitu terutama dari sisi etika profesi...
Nah, maka dari itu saya ambil kasus di bawah ini untuk memenuhi tugas tersebut.
BIASA...
mungkin itu yang akan terbersit di pikiran kalian pas baca contoh artikel yang ambil,,,EMANG...
bahkan saya aja berpikir kaya gitu...Kalo dibandingin artikel temen2 lain yang ngambil artikel tentang Enron atau kasus2 besar yang mengguncang dunia akhirat...
But, seperti lagunya 2NE1 yang kebetulan lagi playing sekarang, " I don't care eh eh eh eh eh", yang penting ngerjain...

Buat yang punya migrain, diharapkan ga usah baca postingan ini, yang penting udah nyasar di blog ini juga alhamdulillah (nambah views)...
ayolah HERE WE GO...(saya udah ngingetin, ini akan sangat panjang, mending jangan baca...he)


Rabu, 23 Juni 2010  
Auditor Nakal , Pemkot Bekasi Minta Hasil Audit WTP
JAKARTA — Pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Barat (Jabar) tertangkap tangan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi.

Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan kini Suharto yang merupakan Kepala Sub Auditorial III BPK Jabar, Herry Suparjan (Kabid Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bekasi), dan Heri Lukman (Inspektorat Wilayah Kota Bekasi) telah ditetapkan sebagai tersangka.

“KPK juga menyita uang sebanyak 270 juta rupiah sebagai barang bukti, serta masih terus melakukan pengembangan untuk kemungkinan keterlibatan pejabat BPK lainnya,” kata Johan di Jakarta, Selasa (22/6) malam.

Anggota V BPK RI, Sapto Amal Damandari, membenarkan KPK telah menangkap Auditor BPK Jawa Barat.

“Benar, kami sudah dapat informasi tersebut. Inisialnya SU,” ungkapnya. Hanya saja, Sapto mengaku belum mengetahui lebih jauh perkembangan kasus penangkapan SU karena masih ditangani oleh pihak KPK. “Ini masih diteliti oleh KPK.

Kami belum tahu lebih jauh,” ungkapnya. Sapto tidak membantah bahwa hal ini terkait dengan Pemkot Bekasi yang menginginkan WKP.

“Kami menunggu saja. Kami serahkan proses hukum yang masih dikembangkan oleh KPK,” tuturnya.

Dijelaskan Johan Budi, penangkapan berasal dari pengaduan masyarakat.

Setelah ditindaklanjuti, kemudian tim gabungan penyidik dan penyelidik dari Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK melakukan penggerebekan sebuah rumah di kawasan Cikutra, Bandung, Senin (21/6) malam.

“Rumah ini belakangan diketahui milik Kasub Auditoriat BPK Jabar berinisial SU yang saat itu sedang menunggu seorang pria dengan inisial HS,” jelas Johan.

Dari hasil operasi itu, KPK kemudian mendapatkan barang bukti berupa uang 200 juta rupiah yang disimpan dalam sebuah tas hitam serta 40 juta rupiah dalam sebuah tas kerja, sehingga total semuanya 272 juta rupiah.

KPK juga mengamankan enam orang yang saat itu ikut terlibat transaksi suap antara HS dan HU, yang seorang di antaranya adalah sopir.

“Pemberian itu diduga terkait dengan audit BPK Jabar terhadap Pemkot Bekasi. Mereka minta agar hasil auditnya dinyatakan wajar tanpa pengecualian atau WTP,” ungkap Johan.

Diperoleh informasi, atasan Suharto berinisial G yang juga menjabat Kepala Perwakilan BPK kabarnya juga telah diamankan oleh KPK.
Dia diamankan karena kedapatan menerima uang suap sebanyak 100 juta rupiah.

Mengelus Dada

Sementara itu, mantan anggota BPK Baharudin Aritonang hanya bisa mengelus dada dengan kejadian itu.

“Masih ada orang seperti itu, padahal sudah diremunerasi. Keterlaluan masih terima ini,” ungkapnya.

Saat menjabat Aritonang selalu mengingatkan bahwa remunerasi bukan segala-galanya untuk menjamin hal-hal negatif agar hal seperti itu tidak terjadi.

“Remunerasi tidak menjadi jaminan,” ungkapnya. Seharusnya yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kontrol dan pengawasan internal yang ketat.

Aritonang berharap BPK melakukan pengetatan terhadap kontrol dan pengawasan karena BPK merupakan salah satu instansi yang rawan dengan penyimpangan seperti yang terjadi saat ini.

“Pimpinan juga harus jadi cermin, jadi contoh dan teladan yang baik,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam tidak merasa terkejut dengan penangkapan yang dilakukan KPK atas auditor BPK.

“Ini tidak mengejutkan, memang lingkungan BPK tidak bersih (clear) khususnya yang berada di daerah-daerah,” ujarnya.

Selama ini, menurut Arif, di lingkungan BPK memang sudah ada tiga kluster terhadap auditor BPK, yaitu putih, abu-abu, dan hitam.

“Kluster ini sudah lama dikeluarkan oleh anggota BPK sehingga BPK memang tidak bersih,” ungkapnya.
pnd/don/E-8


Analisis mengenai kasus di atas:
Mengutip perkataan dari Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Arif Nur Alam, “Ini tidak mengejutkan, memang lingkungan BPK tidak bersih (clear) khususnya yang berada di daerah-daerah.” Mungkin seperti itulah pemikiran yang tertanam dalam hampir semua rakyat Indonesia. Di mana uang dapat berbicara lebih banyak dari hati nurani sehingga rakyat pun sudah terlalu antipati atas kejadian-kejadian semacam ini. 

Profesi akuntan, terutama akuntan publik memang sangat rentan dengan konflik kepentingan. Mulai dari klien yang minta ini itu, atasan yang terkadang memberikan tekanan,  bias atau godaan amplop-amplop berisi tumpukan uang. Ketika penyimpangan telah begitu merajalela dan akuntan tak dapat melepaskan dirinya, akan timbul semacam justifikasi atau pembenaran atas apa yang mereka lakukan. Banyak pegawai Departemen Keuangan yang baik,  tetapi tidak sedikit pula yang telah jatuh ke dalam lingkaran setan. Menyedihkan memang, tapi itulah fakta yang kita tahu tetapi kita tidak mau tahu.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
-    Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
-  Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
-   Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
-    Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Sesuai dengan topik pembicaraan, pembahasan ini menitikberatkan pada kasus-kasus yang mempengaruhi kredibilitas seorang akuntan. Kredibilitas dapat diibaratkan sebagai wajah seseorang. Wajah adalah hal pertama yang dilihat seseorang dari orang lain. Bagaimana seseorang tampak rupawan atau justru lusuh akan mempengaruhi penilaian seseorang terhadap aspek-aspek lain berkenaan dengan orang tersebut. Begitupun ketika beberapa oknum akuntan nakal ketahuan belangnya, hal ini akan menodai wajah akuntan secara keseluruhan. Hal ini dapat menjatuhkan kredibilitas akuntan, dalam kasus ini yang bekerja di bawah naungan Departemen Keuangan.

Pembahasan ini akan lebih panjang jika merujuk kepada kebutuhan-kebutuhan lain yang harus dipenuhi seorang akuntan untuk mencapai tujuan etika profesinya. Singkatnya, profesionalisme tentu saja akan menjamin kualitas jasa yang diberikan. Ketika kualitas jasa yang dimiliki telah teruji, maka kepercayaan dari pemakai jasa akuntan akan meningkat.

Kasus di atas menunjukkan bahwa praktik korupsi telah mencederai kebutuhan dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan. Bagaimana akuntan mau mencapai tujuan profesinya jika keempat faktor di atas tidak mampu ditunjukkan oleh mereka. Yang harus disadari betul dari kasus tersebut adalah ini hanyalah “the tip of the iceberg”, dimana yang kita tahu hanya sekedar yang kita lihat. Di banyak tempat lain praktik seperti ini sangat mungkin sudah sering terjadi, hanya kita tidak tahu.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga melanggar etika profesinya, diantaranya:
-     Kebutuhan individu
-     Tidak ada pedoman
-     Perilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan tak dikoreksi
-     Lingkungan yang tidak etis, dan
-     Perilaku dari komunitas
Dalam kasus ini, sepertinya faktor lingkungan yang tidak etis dan perilaku dari komunitas menjadi faktor utama yang menyebabkan kasus ini terjadi. Diketahui bahwa Pemkot Bekasi meminta agar argumen atas laporan keuangannya menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). Ini menunjukkan bahwa auditor BPK ini bekerja di lingkungan yang memang tidak sehat dengan perilaku yang membenarkan tindakan suap. Jadilah mereka sekarang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.

Yang perlu dipikirkan sekarang apakah solusi terbaik bagi masalah ini. Salah satunya mungkin dengan menjatuhkan sanksi yang sangat berat bagi pelaku tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). KPK memang berjuang sangat keras dengan berbagai sepak terjangnya membekuk para koruptor, tetapi setelah itu? Apa gunanya para koruptor dibawa ke meja hijau sementara yang berkuasa di meja hijau matanya “hijau” ketika melihat uang yang disodorkan si pesakitan. Jadi sebenarnya yang perlu dibenahi adalah keseluruhan sistem pemerintahan di Indonesia. 

Mungkin kasus ini bukanlah kasus yang cukup besar, tetapi sedikit banyak telah mempengaruhi kredibilitas akuntan di mata publik. Sebagai calon-calon punggawa keuangan bangsa ini, kita seharusnya mulai berbenah diri dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar ketika kita dihadapkan pada dunia kerja yang penuh dengan tantangan dan godaan, kita bisa siap menghadapinya. Ingat, etika adalah kesepakatan. Ketika kita masuk ke dalam dunia kerja nanti, berarti kita telah sepakat untuk terus menjunjung etika profesi , khususnya sebagai akuntan.

Tuh kan, udah saya bilang ga usah dibaca, migrainnya kambuh lagi...*penulis angkat tangan...
(ga yakin juga ada yang baca sampe akhir, tapi makasih kalo yang ada sampe baca sampe akhir, terima kasih sekali...)
FEEL FREE TO LEAVE A COMMENT dan jangan lupa jadi InvisiBros...

Senin, 22 November 2010

Kenapa Bikin Blog?


Assalamu'alaikum wr. wb.
Posting perdana, penulis mau ceritain kenapa dan untuk apa blog ini dibuat.
Yah, semua pembaca pasti juga tau kan jawabannya kenapa....TUGAS....>.<
Tugas mata kuliah Etika Profesi tepatnya.
Eh, tapi akhirnya penulis malah mikir kalo nge-blog itu ternyata seru juga, maklum penulis nih blogging-newbie..blogwalking sih ampir tiap hari, tapi ga pernah kepikiran punya sampe akhirnya dikasih tugas ini. Many regards to Pak Tri Ratna Taufikurrahman.

Kenapa saya kasih blog ini nama INVISIBLINGS?
Sedikit curhat ya, penulis adalah seorang yang introvert, bukan tipe SKSD, merasa tidak nyaman di keramaian, suka gelap-gelapan sendirian(lho) sehingga susah sekali untuk saya mengekspresikan apa yang sebenarnya saya miliki dan rasakan.
Kalau kita pecah:
INVISIBLINGS ---> INVISIBLE + LINGS = makhluk yang invisible...
bisa juga
INVISIBLINGS ---> INVISIBLE + SIBLINGS = saudara invisible...

Saya merasa eksistensi saya di kehidupan ini masih belum ada manfaatnya dan saya mencari arahan dan bantuan dari orang lain agar bisa berubah dan tidak hanya menjadi manusia mubah.
Seperti yang Bapak Tri katakan, sebagai manusia kita harus melakukan positioning. Mana ada orang yang tahu kemampuan kita kalau kita tidak mampu menunjukkannya. Seperti itulah saya saat ini.(hahaha, sombongnya kau Nak).

Makanya saya yang seorang Invisibling ini ingin mencari Invisiblings yang bisa membuat saya visible di masyarakat nantinya.Mudah2an blog ini bisa membantu.AMIIINNNN...
Pretty cool eh, the philosophy?? lol.

Sebagaimana tujuan awalnya, blog ini akan memasukkan porsi mengenai akuntansi (secara tugasnya emang gitu). Nah, selanjutnya akan lebih banyak memuat opini-opini saya terhadap berbagai hal yang jadi unek-unek di pikiran, dengan gaya saya tentunya. Kita lihat saja nanti postingan seperti apa yang saya maksudkan.

Jangan heran juga, kalau suatu saat nanti saya masukkan pula hal-hal yang saya sukai sebagai postingan,(masa ga boleh?!)..

Terima kasih yang udah mampir dan baca, apalagi kalau sudi jadi InvisiBros.
Tunggu postingan selanjutnya...
Wassalamu'alaikum wr.wb.