Wuahhhh,,,ternyata hype di awal-awal pembuatan blog ini semakin hilang seiring berjalannya waktu.
Yang dulu semangat banget buat posting di blog, malah susah banget buat dilakukan...
Memang bener-bener invisiblings ini blog, no one notices , even the owner...untungnya belum sampe lupa password masuk bloggernya segala...ㅋㅋㅋ(dibaca: kekeke)...
Maaf Blog, mudah-mudahan kedepannya blog ini bisa terus diisi posting2 yang mudah2an juga bermanfaat...
Mungkin saya juga harus berterima kasih atas diberikannya tugas lagi buat diposting di sini...
Langsung saja kita cekidot ke TKP...
Assignment kali ini adalah menceritakan pengalaman pribadi mengenai bagaimana realita pelayanan publik di negeri ini. Ya, pelayanan publik...
“Oh plis Mam, semua juga tau kalo yang berembel-embel publik apalagi yang nyediain pemerintah itu sama dengan makan ati binti ngeselin.”
Eitss jangan dulu berpikiran seperti itu, dong, masih banyak kok pelayan-pelayan masyarakat yang berhati mulia, rela menolong dan tabah, disiplin, berani, dan setia (lho??)....
“Oke oke Mam, tapi susu setitik tidak akan membuat nila sebelanga menjadi bisa diminum tanpa harus mempertaruhkan nyawa.”
Ya, memang kita tidak bisa menutup mata bahwa pelayanan publik kita masih sangat jauh dari baik. Banyak hal yang seharusnya diperbaiki, tapi sepertinya perbaikan pelayanan publik masih belum menjadi prioritas pemerintah dalam menjalankan program kerjanya.
“Akhirnya sadar juga ente, Mam. Buat tiket AFF kemaren aja nih ya, ane ampe bela-belain tidur di masjid, panas-panasan, hujan-hujanan, pokonya menderita banget dah. N*rd*n TURUUUUNNN.
Hahaha, dialog di atas memang hanyalah fiktif belaka,,,kesamaan dalam hal nama atau cerita hanyalah kebetulan belaka...hehe
Kita tahu nature dari kegiatan yang dilakukan pemerintah tidak berfokus pada keuntungan, tapi memaksimalkan kesejahteraan publik. Bandingkan dengan perusahaan private yang tujuan utamanya memang mencari laba. Mereka melakukan segala cara untuk selalu memuaskan konsumen karena memang sumber laba mereka adalah dari konsumen. Akan tetapi, ini tidak berarti pemerintah sebaiknya menjadi profit-oriented. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada rakyat, apabila kegiatan pemerintah tidak lagi mengutamakan pelayanan publik tapi keuntungan.hiii sereeemm, listrik mahal, air mahal, minyak mahal, cabe mahal,hihi...
Sebelum lebih jauh lagi membahas masalah pelayanan publik ini, saya mau menceritakan dulu pengalaman saya, bagaimana saya mengecap asam garam pelayanan publik di negeri ini (duh, lebay, Mam)...
Peristiwa ini terjadi pada hari ketiga Idul Fitri kemarin, tepatnya hari Minggu tanggalnya saya lupa. Pada bulan puasa kemarin, anak tante saya (sepupu, red) yang domisilinya di B melahirkan seorang bayi perempuan cantik. Langsung lah kami sekeluarga dari Kuningan merencanakan untuk pergi ke Bogor setelah Idul Fitri untuk menengok anggota keluarga yang paling baru itu.
“Mana nih masalah pelayanan publik nya, Mam?”
Sabar penonton,,,
Kami akhirnya memutuskan untuk pulang hari itu juga karena yang orang tua kan mau pada kerja lagi besoknya. Tapi, sebelum kami pulang, kami berkunjung dulu ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). à Hayo, kota B yang deket TMII apa coba,,,hehe
Nah di sini kejadiannya.
Menjelang suatu perempatan yang tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, lampu merah tiba-tiba menyala. Tetapi, mobil yang di depan kami dengan entengnya malah terus melaju padahal mobil tersebut seharusnya berhenti. Langsung lah, seorang polisi menyetop mobil tersebut di tengah perempatan dan menyuruh mobil itu menepi.
Kami yang tepat di belakang tersebut sempat tertawa-tawa dan menyalahkan mobil yang jelas-jelas melanggar peraturan lalu lintas itu. Yang mengagetkan, tiba-tiba polisi itu mendatangi mobil kami yang sedang berhenti karena lampu merah. Dia meminta supir kami membuka jendela dan menyuruh kami juga untuk menepi juga.
Merasa tidak bersalah, keluarlah adu argumen antara supir , Om saya, dan supir tersebut. Tanpa mau peduli, si polisi tetap mengambil SIM supir dan STNK mobil saya. Akhirnya mobil kami parkir di depan sebuah mall, sementara urusan ini ditangani oleh Om dan supir. Saya dan keluarga yang lain menunggu di mobil.
Setelah menunggu selama 20 menit, barulah mereka kembali. Langsunglah kami interogasi mereka apa yang terjadi, kenapa mobilnya ditilang, dan bla bla bla. Dengan wajah kesal, Om saya mengatakan kalau mobil kami ditilang karena dianggap mengahalangi kendaraan lain yang akan belok ke kiri langsung.
Mudah-mudahan ini karena saya yang buta peraturan lalu lintas dan polisi itu tidak mengada-ada. Tapi, seingat saya jalan tersebut terdiri dari 3 jalur dan kami kebetulan berhenti di jalur tengah karena LAMPU MERAH. Bukankah yang akan belok kiri langsung biasanya mengambil jalur kiri? Duh...tapi apa mau dikata, lima puluh ribu rupiah melayang dari dompet. Ya sudahlah itung-itung THR buat itu polisi. Tapi karena kepalang kesal akhirnya selama di TMII pun ya masalah itu dibahas-bahas lagi...>.<
Mungkin kasus saya hanyalah sebagian kecil dari berbagai masalah yang dihadapi terkait pelayanan publik. Kita mungkin dibuat kesal karena pelayanan publik yang terkadang tidak mengedepankan kepentingan publik. Saking seringnya masyarakat mengahadpi hal tersebut, akhirnya paradigma seperti itu menjadi sangat lumrah. Para pelayan publik pun akhirnya akan hanya terus melakukan hal tersebut karena sudah merasa hal tersebut adalah lumrah dan forgivable.
Sebenarnya dalam kasus saya di atas, kami juga salah karena akhirnya kami membayar “uang damai”. Ini juga mungkin dipengaruhi oleh mindset kita yang sudah default bahwa jika ditilang maka harus bayar kecuali keluarga kamu petinggi kepolisian. Menilang memang kewajiban bapak ibu polisi, tetapi menerima uang damai atau bahkan membuat-buat kesalahan agar bisa menerima uang damai itu jelas salah.
Yang saya mau tegaskan adalah, tidak pernah terlambat untuk mengubah sesuatu (kecuali kalau sudah kiamat). Batu yang keras sekalipun jika terus ditetesi air, lama kelamaan akan luruh juga. Memang mudah mengubah peraturan, tapi sulit untuk mengubah mindset. Mudah-mudahan wajah pelayanan publik di masa mendatang akan jauh lebih baik dan saya yang insya Allah juga akan menjadi pelayan masyarakat bisa selalu mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan individu. AMIIIINNN.
TERIMA KASIH sudah menyempatkan waktunya untuk membaca.